Jumat, 11 Desember 2009

DASAR-DASAR KEBIJAKAN KURIKULUM

DASAR-DASAR KEBIJAKAN KURIKULUM [1]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

System pendidikan Nasional yang telah dibangun selama ini, ternyata belum mampu sepenuhnya memjawab kebutuhan dan tantangan Nasional dan dunia Global. Program pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan merupakan fokus utama yang harus segera dibenahi, bangunan pendidikan hanya berpedomen pada konsepsi input-output analysis atau educational prodaction function, sehingga tatkala input diperbaiki maka secara otomatis output akan meyakinkan menjadi baik pula. Namun dunia pendidikan tidaklah sama dengan pabrik dalam dunia industri, ada faktor proses dan kontesk pendidikan yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Adapun permasalahan yang menonjol dari kedua foktor tersebut adalah masalah kurikulum.

Kurikulum pendidikan dikembangkan berdasrkan kompetensi dasar (competency –based curriculum), dalam konsep ini Sidi (Sidi, 2001;15) mengatakan bahwa kurikulum disusun berdasarkan kemampuan dasar minimal ynag harus dikuasai seorang peserta didik setelah yang bersangkutan menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan.[2] Dengan demikian, seorang peserta didik belum dapat melanjutkan pelajaran ke unit atau satuan pendidikan berikutnya sebelum yang bersangkutan menguasai unit pelajaran yang dipersyaratkan.

Jelas kiranya bahwa salah satu komponen yang sering dijadikan foktor penyebab menurunnya mutu pendidikan adalah kurikulum. Kritik tajam terhadap kurikulum terkait dengan kurikulum terlalu padat, tidak sesuai dengan kebutuhan anak, terlalu memberatkan anak, meropotkan guru, dsb. Seharusnya segala inovasi harus merujuk pada kompetensi dasar. Maka pengembangan kurikulum (curiiculum development) merupakan komponen yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Para ahli sepakat bahwa pengembangan kurikulum merupakan siklus dari adanya keterjalinan, hubungan antara komponen pendidikan, yaitu tujuan,, bahan, kegiaatan dan evaluasi.

Kurikulum sebagai suatu rancangan pendidikan yang mempunyai kedudukan strategis dalam seluruh kegiatan pendidikan. Hal senada dikatakan oleh Sukmadinata (Sukmadinata, 2006: 25) bahwa banyak pihak menganggap kurikulum sebagai “ real “ yang menentukan akan kemana pendidikan diarahkan. Maka konsep dasar kebijakan kurikulum perlu untuk dikaji dan dipahami lebih dalam.[3]

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Apa Definisi dan konsep dasar kebijakan kurikulum.

2. Bagaimana Model pengembangan kurikulum.

3. Bagaimana Prinsip pelaksanaan kebijakan kurikulum.

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini diarahkan untuk :

1. Mengetahui apa pengertian dan konsep dasar kebijakan kurikulum.

2. Mengetahui bagaimana model pengembangan kurikulum.

3. Mengetahui bagaimana prinsip pelaksanaan kebijakan kurikulum.

1.4 Manfaat dan Kontribusi Makalah

Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi khalayak umum, khususnya :

1) Bagi dunia pendidikan, sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya dalam penentuan kurikulum sebagai langkah dasar menghasilkan sumberdaya manusia unggul.

2) Bagi sekolah, Lembaga dan Instansi, sebagai masukan bagi sekolah, Lembaga dan Instansi untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme guru dalam menentukan arah dan tujuan kegiatan belajar mengajar.

3) Bagi Praktisi Pendidikan, memberikan cakrawala pemikiran tentang model dan konsep dasar dalam menentukan kebijakan aktualisasi kurikulum.

4) Bagi seorang penulis, yaitu untuk memperluas wawasan pemikiran serta menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sehingga dapat meningkatkan profesionalisme dalam menghasilkan sebuah karya.

5) Sebagai bahan referensi dan literature bagi penulis atau peneliti.


BAB II

DEFINISI DAN KONSEP DASAR KEBIJAKAN KURIKULUM

2.1 Pengertian Kurikulum

Kurikulum berasal dari kata curriculum yang berarti lintasan untuk balap kereta kuda yang biasa dilakukan oleh bangsa Romawi pada zaman kaisar Gaius Julius Caesar di abad pertama tahun masehi. Namun, istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan suatu konsep yang abstrak.[4]

Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum.[5] George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.[6] Sehingga kemudian melahirkan banyak pengertian tentang kurikulum, diantaranya:

1. Schubert berpendapat sederhana bahwa kurikulum sebagai mata pelajaran, muatan hasil belajar, adanya unsur reproduksi kebudayaan dan pembangunan sosial, serta pentingnya kecakapan hidup.

2. Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan dan ketrampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan.

3. Kurikulum sebagai sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna mencapai tujuan pendidikan.

4. Kurikulum merupakan suatu cara untu mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya.

Beragam pengertian tersebut selalu akan menampilkan hal-hal yang berbeda, bahkan sering pula bertentangan. Namun, pada dasarnya sama sebagai bentuk upaya untuk memberikan atau menggali pengetahuan, pengalaman yang ada dalam diri masing-masing peserta didik agar mampu menghadapi masa depan dengan lebih gemilang dengan materi, metode, fasilitas yang telah ada.

Sementara itu, Mochtar Buchori ( 1993) mengatakan bahwa kurikulum sebagai blue print (cetak biru), sebagai suatu penggambaran terhadap sosok manusia yang diharapkan akan tumbuh setelah menjalani semua proses pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang digariskan dalam kurikulum.[7] Ibarat suatu proses pendirian bangunan kurikulum merupakan sketsa awal yang menggambarkan bangunan tersebut akan didirikan dalam bentuk model yang telah dibayangkan dan diinginkan oleh pemiliknya. Adapun kuatnya suatu bangunan, bagusnya suatu model yang telah digambarkan sebelumnya sangat bergantung kepada kecanggihan para tukang yang menggarap bangunan tersebut, termasuk juga mutu meteri yang digunakan untuk mendirikan bangunan itu. Para tukang ini sebagai pendidik, sedangkan materi bangunan ialah seluruh bahan yang digunakan untuk melaksanakan proses pendidikan terhadap siswa yang sedang menjalani proses pertumbuhan menjadi sosok manusia ideal yang dicita-citakan. Dengan demikian, kurikulum bukanlah satu-satunya faktor penentu yang mendukung lahirnya jati diri seseorang di masyarakat di kemudian hari. Meskipun begitu, kurikulum menjadi perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan membentuk konsepsi dan perilaku individu masyarakat.

Kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu (curriculum as a body of knowledge), sebagai sistem (curriculum as a system) dan sebagai rencana (curriculum as a plan).[8] Kurikulum sebagai ilmu dikaji konsep, landasan, asumsi, teori, model, praksis, prinsip-prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem dijelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan sistem dan bidang-bidang lain, komponen-komponen kurikulum, kurikulum berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum, dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana tercakup macam-macam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Kurikulum sebagai rencana ada yang bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dan ada pula yang khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat strategis karena merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[9] Kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran memberikan makna bahwa di dalam kurikulum terdapat panduan interaksi antara guru dan peserta didik. Dengan demikian, kurikulum berfungsi sebagai “nafas atau inti” dari proses pendidikan di sekolah untuk memberdayakan potensi peserta didik.

2.2 Dasar-dasar Kebijakan Kurikulum

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum mempunyai kedudukan yang strategis dalam seluruh kegiatan pendidikan. Seperti yang ditulis oleh Sukmadinata (Sukmadinata, 2006: 43); Banyak pihak menganggap kurikulum sebagai ”rel” yang menentukan akan kemana pendidikan diarahkan.[10]

Nasution (Nasution, 2003:18), menyatakan bahwa Pendidikan sebagai saran mencetak manusia ungggul, maka membutuhkan kurikulum yang sesuai dan tepat, yang berazaskan filosofis, dasar psikologis, dasar sosiologis, dan dasar organisatoris, dan perkembangan IPTEK sebagai cara untuk menjawab tantangan saat ini dan masa yang akan datang.[11]

2.2.1 Dasar Filosofis

Filsafat yang digunakan sebagai landasan kurikulum adalah filsafat pendidikan. Filsafat dari Dewey dan teori pendidikan merupakan pertimbangan penting dalam pembuatan kurikulum. Dewey menyatakan bahwa pendidikan merupakan reorganisasi dan rekonstruksi yang konstan dari pengalaman. Belajar dari pengalaman adalah bagaimana menghubungkan pengalaman kita dengan pengalaman masa lalu dan yang akan datang. Sekolah sebagai lingkungan yang khusus hendaknya memberikan pengalaman sosial, dengan cara mendorong kegiatan-kegiatan yang bersifat instrinsik, dalam suatu arah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melalui imitasi, persaingan sehat, kerjasama dan memperkuat kontrol.

2.2.2 Dasar Psikologis

Bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.

a. Psikologi Perkembangan

Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Banyak teori perkembangan, diharapkan tidak membingungkan para guru, tetapi justru akan memperluas dan memperkaya pengetahuan para pemakai teori-teori perkembangan anak. Dikenal ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu yaitu pendekatan pentahapan, pendekatan diferensial dan pendekatan ipsatif. Pendekatan yang banyak dianut adalah pendekatan pentahapan,pendekatan ini lebih jelas menggambarkan proses taupun urutan perkembangan individu.

Menurut JJ Roussean perkembangan anak ada empat tahap yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Pendekatan pentahapan yang bersifat khusus, kita mengenal tokoh-tokohnya Piaget, Kohlberg, Erikson, dan sebagainya.

b. Psikologi Belajar

Studi tentang bagaimana individu belajar adalah psikologi belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku dan pola pikir yang terjadi melalui pengalaman. Perubahan itu dapat berarah kognitif, akfektif maupun psikomotor baik terjadi karena instrinsif ataupun ekstrinsif.

Teori belajar banyak kita kenal antara lain teori psikologi humanisme, psikologi naturalisme, teori apersepsi (herbartisme), teori S-R, Teori belajar Goal Insight dan teori belajar Cognitive. Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar, maka hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar dan psikologi anak terjalin diharapkan menghasilkan pribadi anak yang kokoh.

2.2.3 Dasar Sosiologis

Masyarakat termasuk faktor yang penting dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum, mengingat manusia sebagai makhluk sosial tak dapat hidup tanpa manusia lain ataupun masyarakat. Setiap lingkungan masyarakat memiliki sistem sosial budaya yang berbeda. Sistem sosial budaya itu mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat dan antar anggota masyarakat dengan lembaga masyarakat serta antar lembaga masyarakat.

Salah satu aspek yang cukup penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan niali-nilai. Tatanan nilai merupakan seperangkat ketentuan, aturan, hukum, mortal yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut bersumber dari agama, budaya, politik, maupun dari segi-segi kehidupan lainnya.

Menurut Taylor, dalam Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat istiadat, serta kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masayarakat. Selanjutnya Sukmadinata (2006:54) menuliskan bahwa; kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari tempat masyarakat itu sendiri berada. Masalah tempat menyangkut lingkungan alam dan keadaan geografis. Lingkungan alam dan keadaan geografis mempengaruhi perilaku dan pola hidup para anggota masyarakat, oleh karena itu konsep pedidikan bersifat nasional dan universal, tetapi pelaksanaan pendidikan bersifat lokal, disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat.[12]

2.2.4 Dasar Organisatoris

Dasar organisatoris ini menyangkut tentang bentuk dan bahan yang akan disajikan dalam pembelajaran. Bentuk itu dapat berupa mata pelajaran yang terpisah-pisah, atau adanya kaitan antar mata pelajaran, misalnya bentuk broad field atau bidang studi seperti IPA, IPS , Bahasa , dan lain-lain. Dapat pula dengan cara menghubungkan dengan menghapus segala batas-batas mata pelajaran, dalam bentuk kurikulum terpadu. Ilmu jiwa gestalt mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu lebih bermakna dan lebih relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat, cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated kurikulum. Ilmu jiwa asosiasi berpendirian lain bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagian-bagian dan cenderung memilih kurikulum subject centered, yang berpusat pada mata pelajaran.

Selanjutnya S. Nasution (2003:42) menyatakan bahwa tidak ada kurikulum yang terbaik dan tidak baik. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan, akan tetapi tidak lepas dari kekurangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Bermacam-macam organisasi kurikulum dapat dijalankan secara bersama pada suatu sekolah, bahkan yang satu dapat membantu atau melengkapi yang lain.[13]

2.2.5 Dasar Perkembangan IPTEK

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terus berkembang dari masa ke masa, dari abad ke abad, dari tahun ke tahun, bahkan dalam hitungan detik terus berubah. Dari para ahli kita sering mendengar pernyataan bahwa ilmu bukan hanya untuk ilmu. Hal itu dapat diartikan pengembangan suatu ilmu pengetahuan tidak hanya ditujukan kepada perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan juga diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang-bidang kehidupan ataupun kepada ilmu lainnya.

Sumbangan yang berupa penggunaan dan penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan terhadap bidang-bidang lain disebut teknologi. Seperti yang ditulis Alisyahbana, dalam Sukmadinata (2006: 37), bahwa Teknologi ialah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware and software) sehingga memperkuat, membuat lebih ampuh, seakan-akan memperpanjang panca indera, anggota tubuh, dan otak manusia.[14]

Temuan-temuan di bidang fisika, kimia, dan matematika mengembangkan teknologi ruang angkasa dan kemiliteran. Perkembangan teknologi di bidang kemiliteran bukan hanya menghasilkan teknologi senjata-senjata biasa, juga teknologi senjata mutakhir, peluru kendali antarbenua, misil, bom hidrogen, bom nuklir, dan lain-lain, merupakan perkembangan teknologi yang banyak menimbulkan ancaman dan kekhawatiran manusia.

Perkembangan ilmu dan teknologi tidak berarti harus mencari dan menemukan sendiri serta harus mulai dari awal. Apabila cara itu ditempuh, akan banyak waktu terbuang dan kita akan semakin tertinggal. Cara yang lebih tepat dan memungkinkan untuk mengejar ketinggalan adalah dengan transformasi teknologi. Transformasi teknologi merupakan suatu proses pengalihan, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara teratur. Proses pengalihan tidak berarti mengambil dan menerapkan teknologi, seperti keadaan aslinya di negara yang mengembangkannya, tetapi mencakup juga penyesuaian, modifikasi, dan pengembangannya lebih lanjut.

Menurut B.J. Habibie (1983), dalam Sukmadinata menyatakan bahwa ada lima prinsip yang menjadi pegangan dalam transformasi teknologi (industri): 1) perlu diselenggarakan pendidikan dan pelatihan di dalam dan luar negeri untuk menyiapkan para pelaku transformasi; 2) perlu dikembangkan konsep yang jelas dan realistis tentang masyarakat yang akan dibangun serta teknologi-teknologi yang diperlukan untuk mewujudkannya; 3) teknologi hanya dapat dialihkan, diterapkan, dan dikembangkan lebih lanjut jika benar-benar diterapkan; 4) bangsa yang ingin mengembangkan diri secara teknologis harus berusaha sendiri memecahkan setiap masalahnya; 5) pada tahap-tahap awal transformasi, setiap negara harus melindungi perkembangan kemampuan nasionalnya, hingga saat tercapainya kemampuan bersaing secara internasional.

2.3 Model Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu;[15]

2.3.1 The administrative model

Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Selanjutnya administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim pengarah, seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional, memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru. Setelah Tim Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.

Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.

2.3.2 The grass root model

Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan lebih baik. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.

2.3 Prinsip Pelaksanaan Kebijakan Kurikulum

Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip- prinsip sebagai berikut, [16]yaitu :

1) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

2) Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

3) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).

4) Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).

5) Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

6) Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

Melongok kondisi Indonesia jika membicarakan pendidikan apalagi persoalan kurikulum untuk saat ini sangat kompleks. Beragam kurikulum yang pernah ada di Indonesia ternyata masih belum mampu memberikan solusi yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kondisi seperti itu seiring dengan di tandai oleh rendahnya mutu kelulusan, fasilitas dan sarana yang kurang memadai, serta banyak hal lain yang melingkupi problematika pendidikan kita. Begitu kompleksnya problem pendidikan di Indonesia berujung kepada keprihatinan terhadap kualitas sumber daya manusianya. Sebagai catatan Human Development Report tahun 2003 versi UNDP menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan 112, jauh di bawah Filipina (25), Malaysia (58), Brunai Darussalam (31) dan Singapura (28). Kenyataan seperti ini mengharuskan bangsa Indonesia untuk melakukan pembenahan-pembenahan, khususnya sektor pendidikan. Karena dengan pendidikan itu akan mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, mandiri serta mampu menghadapi beragam tantangan zaman.[17]

Kurikulum sebagai rancangan, disaign dengan segala bentuk materi, pelaksana, fasilitas dan sebagainya yang mampu membentuk dan mencetak generasi atau SDM yang sesuai dengan cita-cita atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini menunjukkan peran penting kurikulum demi kemajuan bangsa. Akan tetapi, konsep atau sketsa kurikulum yang ideal tanpa didukung oleh pelaksana yang handal dan segala fasilitas yang memadai tentu nonsen akan menghasilkan mutu yang bagus sesuai harapan.

Dalam kaitanya dengan kurikulum ini perlu kita ketahui bahwa berdasarkan perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia telah terdapat beberapa kurikulum yang pernah dilalui dan itu telah mengalami banyak perubahan sesuai dengan kondisi saat itu, di antaranya: tahun 1947, 1952, 1968, 1984, 1994 dan tahun 2004. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.[18]

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sebagai akhir tulisan makalah ini penulis mencoba menyimpulkan hal-hal penting berikut ini :

1. Kurikulum adalah merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. sehingga Kurikulum sebagai main concept, sketsa, blue print kemanakah pendidikan dan generasi akan dibawa, maka kurikulum berfungsi sebagai “nafas atau inti” dari proses pendidikan. Sedangkan kualitas kurikulum tersebut dapat diihat dari tiga dimensi yaitu, sebagai ilmu (curriculum as a body of knowledge), sebagai sistem (curriculum as a system) dan sebagai rencana (curriculum as a plan).

2. Dasar pengembangan kurikulum dilakukan dengan dua model pendekatan, yaitu;

a) The administrative model, merupakan model paling lama, namun banyak digunakan. Adapun gagasan berasal dari kalangan atas, sehingga model ini disebut juga model Top – Down dan bersifat sentralisasi. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.

b) The grass root model, Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah, sehingga model grass roots bersifat desentralisasi dan membutuhkan tersedainya sumberdaya manusia unggul.

3. Kebijakan kurikulum dilaksanakan dengan prinsip; menegakkan kelima pilar belajar, pelayananan peserta didik, prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada, menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya dan kurikulum mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan.

3.2 SARAN

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut :

1) Bagi penentu kebijakan dalam hal kurikulum hendaknnya memperhatikan konsep dasar kurikulum sehingga akan menghasilkan kurikulum yang sesuai dan tepat guna, sebagai langkah awal mencerdaskan kehidupan bangsa.

2) Perubahan kurikulum jangan hanya lebih terfokus pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum, jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

3) Pemerintah dalam mengembangan kurikulum hendaknya tidak mempunyi motif kepentingan individualitas, egoisitas dan golongan namum harus berprinsip domokrasi, sehingga akan lahir konsep kurikulum yang ideal bagi bangsa dan Negara sekarang dan masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan, 2003. Agenda pembaharuan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Mulyasa, E, 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,, Implementasi dan Inovasi, Bandung: Remaja Rosdakaraya.

Nasution, S, 2003. Azas-Azas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara.

Rahmadhi, Slamet, 1989. Masalah Pendidikan di Indonesia, Jakarta: CV Miswar.

Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana.

Djati, Sidi. 2001. Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Padadigma baru Pendidikan”, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Sukmadinata, Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Suparman, M. Atwi, 2001. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum, Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Suryadi, Ace dan H.ZA.R Tilaar, 1994, Analisis Kebijakan Pendidikan , Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Tilaar, H.A.R, 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi: Visi, Misi dan Program Aksi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo persada.

Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.

Yulaelawati, Ella, 2004. Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi, Bandung: Pakar Raya.

Zamroni, 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: BIGRAF Publishing.

Referensi Lain

http://education-indonesia.blogspot.com/2007/05/kurikulum-beridentitas-kerakyatan.htm

http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/16/bagaimanakah-perjalanan-kurikulum-nasional-pada-pendidikan-dasar-dan-menengah/



[1] Makalah ini disusun oleh M. Amiruddin Atimurrahman, untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum yang diampu oleh Dr. Arif Budi W, M.Si dan Dra. Ribut Wahyu E, M.Pd.

[2] Sidi, “ Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Padadigma baru Pendidikan”, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hal. 15.

[3] Sukmadinata, “Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek” , ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offet, 2006), hal. 25.

[4] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,, Implementasi dan Inovasi, (Bandung: Remaja Rosdakaraya, 2004), hal. 15

[5] Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi, ( Bandung: Pakar Raya, 2004), hal. 38

[6] Lihat Suparman, Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka, 2001), hal. 23-35.

[7] Lihat dalam Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi, ( Bandung: Pakar Raya, 2004), hal. 25

[8] Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,, Implementasi dan Inovasi, (Bandung: Remaja Rosdakaraya, 2004), hal. 17

[9] Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

[10] Sukmadinata, “Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek”, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offet, 2006), hal. 43.

[11] Nasution, “Azas-Azas Kurikulum”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal.18

[12] Opcit, hal. 54

[13] Nasution, “Azas-Azas Kurikulum”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 42

[14] Sukmadinata, “Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek”, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offet, 2006), hal. 37

[15] Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran. “Kurikulum dan Pembelajaran.” ( Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, 2002), hal. 16-24

[16] Lihat Rosyada, ”Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 25-30.